Jumat, 12 Maret 2010

Rabu, 10 Maret 2010

BOLA ITU TIDAK PADAM KECUALI DI PADAMKAN

Menjadi perangai sebuah lilin ataupun lampu bagi saya tidak akan menambah sebuah nilai kebaikan. Bagaimana tidak, sementara ia menerangi umat di sekeliling tubuhnya, ia tak kuasa menerangi dirinya sendiri. Bahkan perlahan sejalan dengan waktu perangai lilin seperti itu meleleh membanjiri tubuh putih yang semula berdiri tegak seolah menantang gelap untuk di halangi hingga terang yang menjadi pemenang. Apakah cukup membanggakan prestasi sebuah lilin? tidak hanya sebatas lelehan yang mengecewakan bagi saya, lilin pula tak sanggup menerangi dirinya seorang diri. Ia mampu bersinar di tengah kegelapan dan kegalauan umat yang terjebak di dalamnya, namun ia tak mampu menyelamatkan dirinya sendiri yang sejatinya ia adalah sang penerang bagi sang gelap, semestinya ia punh mampu berperan sebagai penerang bagi dirinya sang penerang. Ini yang di namakan Perangai lilin bukan Perangai bulan.

Itu lah mengapa saya lebih tertarik pada bulan , sebut saja si bola emas yang tak perlu meleleh saat ia menerangi yang gelap, tak perlu padam saat ia tertiup angin, bahkan tidak habis usia nya di makan zaman. Tak hanya itu yang membuat saya cinta akan rembulan. Ia tak sekedar menerangi sang gelap di malam yang sedikit pengap, ia pun mampu menjadi penerang bagi dirinya sendiri meski sesekali di bantu oleh bintang atau surya di saat gerhana. Tak menutup kemungkinan di saat mendung sekalipun pernah saya temukan dia dalam keadaan redup, laiknya lilin atau lampu totok yang hendak padam karena kehabisan bahan bakar. Tapi sekali lagi itu bukan analogi yang tepat menurut saya karena bulan tetap seperti bola yang utuh meski dalam keadaan redup sekalipun sementara lilin ataupun lampu sekalipun tak kuat atas segala beban.

Ketika ditemukan lampu padam, atau lilin habis terbakar pasti saya membeli lainnya. Begitu juga anda?. Semenatra seandainya saya buka saja jendela kamar lalu menatap ke arah atas yang sejatinya di penuhi bintang tak akan saya tengok bintang, yang akan saya tatap adalah bola itu. Tak akan di bilang indah bintang itu jika bola tak ada di samping-samping nya. Satu hal lagi yang membuat saya kagum akan perangai sebuah bola emas itu adalah tatkala datang gerhana yang mungkin sedikit menakutkan bagi saya(^^) tapi ada segi estetika yang saya lihat ketika ia bertemu surya dengan gairah ingin menunjukan kepada umat bahwa mereka yang sejatinya berasal dari sudut pandang yang berbeda mampu membentuk sebuah seni yang bernilai. Beda dengan lilin ataupun lampu totok, ah apalah mereka takkan sanggup seperti nya. Apa mungkin kita menyatukan lampu totok dengan lilin hingga menjadi gerhana lilin? sekali lagi maaf saya tidak tertarik kalaupun itu terjadi. Mana ada lilin yang tak meleleh. Yang ada Bulan yang tak pernah padam, KECUALI IA DI PADAMKAN oleh Dzat yang memang menjadi pemilik mutlak untuknya.

Sekali lagi , itulah yang membuat saya berpegang teguh pada pada sebuah prinsip. Saya tak mau menjadi LILIN tetapi saya sangat mau menjadi BULAN , bola emas yang di nanti kedatangannya saat sang malam berbicara. Bukan bintang, apalagi LILIN.

Ayo tinggalkan perangai kita yang selama ini tampak seperti lilin.
^^ ^^

CINTA

Kalau pun haus aku akan sebuah makna kata cinta, akan ku hirup secukupnya. Tak kan berlebih.
lalu belum puas kah? entah siapa yang mengajari itu. Guru ku tak pernah mengajarkan cinta, apalagi orang tua ku. Sungguh tak pernah.
Bahkan buku-buku cinta pun tak pernah memberiku pendidikan mengenai makna apa itu cinta. tapi ia datang tanpa izin ku,mengetuk pintu pun tidak. Hanya menyelinap dalam gelap hatiku saat ini. Kesempatan pahit yang ia curi untuk melekat dalam hati, suci menjadi dirty.

Cinta, Adam kepada Hawa mencinta. Tapi hampa bagi jiwa insan sepertiku jika mencinta, karena pahit,menyiksa, itu yang ku rasa. Tuhan, temani aku dalam sepi hanya dengan cinta Mu. bukan dengan cinta yang lain.
oh Cinta..jahat kau

Rabu, 03 Maret 2010

Seberapa Jauh Efek Samping Dari Buku

Sesuai banyaknya istilah yang mengentimologikan hal-hal tabu menjadi nyata adalah karena buku,
" Membaca Adalah Jendela Dunia". Untaian kalimat kuno sederhana namun masih dan akan selalu sarat akan makna, ah itu ku temukan tepat di dinding perpustakaan kampus yang serta merta tampil di hadapan ku saat jari-jari mengakses jejaring facebook.
Saya tidak akn pernah tahu bagaimana mendaftarkan diri saya dan meng-login-kan data pribadi ke jejaring facebook tanpa pernah saya membaca buku yang bernama "Facebook".
Dari sebuah buku yang mengajarkan saya mencari makna setiap langkah dimana tapak menetap,tanpa meninggalkan jejak kebodohan. Mungkin teman-teman mengira hanya dengan menanyakan cara mendaftar ke jejaring facebook melalui teman saja sudah cukup, namun salah kaprah bila imajinasi kita tempatkan di sana. Sejauh pengalaman saya, di antara teman-teman saya, ternyata lebih memudahkan saya mengetahui fungsi seluruh fitur yang ada,,(Walaupun facebook saya di buatkan oleh teman saya^^, tapi setelah itu saya baca tu buku")

bersambung....

Septian'source

Source mungkin banyak mengartikan sumber,,benar sekali,,
tak semua manusia mampu memberi sumber ,apapun bentuknya,tanpa sebuah sumber.
namun Septian berusaha dalam memberikan semua sumber,,laiknya sang penulis berkata
"you are the source,becouse you give the source by having the source"

saya tak kan bisa memberi sumber tanpa kesiapan sumber,